Kamis, 26 September 2013

konsep profesi kependidikan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pekerjaan dan penghidupan yang layak merupakan hak seluruh warga Negara Indonesia. Tapi mengapa masih banyak pengangguran yang berada diwilayah indonesia? Pengemis? Anak – anak jalanan? Dan pengamen?. Ini disebabkan kualitas sumber dya manusia di Indonesia yang relatif sangat rendah.
Pendidikan adalah investasi Sumber Daya Manusia (SDM) jangka panjang. Oleh Sebab itu, tidak heran apabila suatu Negara menempatkan Pendidikan sebagai variable utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negaranya, termasuk di Negara Indonesia. .
Dewasa ini pendidikan di Indonesia dihadapkan dengan beberapa permasalahan. Rendahnya kualitas guru di Indonesia merupakan rangkaian dari rantai masalah pendidikan di Indonesia yang harus diberantas hingga ke akarnya. Hal ini berkaitan dengan peran guru yang merupakan komponen penting dalam dunia pendidikan yang berada di barisan terdepan.
Guru sebagai factor menentukan mutu pendidikan. Karena guru berhadapan langsung dengan para peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Di tangan guru mutu kepribadian mereka dibentuk. Karena itu, perlu sosok guru kompeten.
Fenomena di atas disebabkan adanya pergeseran dalam memaknai profesi seorang guru.
Adanya sebagian pandangan masyarakat bahwa siapapun dapat menjadi guru asal dia berpengetahuan. Kekurangan guru di daerah terpencil memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian (mendidik) untuk menjadi guru.Banyak guru yang belum menghargai profesinya apalagi berusaha mengembangkan profesinya tersebut.
Berangkat dari masalah di atas, penulis yang merupakan calon guru ingin membuka pikiran bahwa keprofesionalan harus tertanam kuat pada diri kita. Sudah selayaknya guru mempunyai kompetensi serta tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan profesinya, sehingga nasib pendidikan di Indonesia akan berubah kearah yang lebih baik.

1.2 Tujuan Penulisan
A.   Tujuan Empirik
1.    Sebagai syarat untuk mengikuti mata kuliah profesi pendidikan.
2.    Melatih diri dan kelompok dalam menulis karya tulis.
B.   Tujuan Teoritik
1.    Menguraikan dan menjelaskan tentang pengertian dan syarat – syarat profesi, Kode Etik Profesi Keguruan, dan Organisasi Profesional Keguruan.
2.    Melatih dan mengembangkan wawasan keilmuan yang membahas tentang Pengertai Profesi dan Syarat – syarat profesi,Kode Etik Profesi Keguruan, danOrganisasi Profesional Keguruan.


1.3 Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
Pendahuluan berisi hal – hal yang melatar belakangi penulisan makalah, tujuan penulisan makalah dan sistematika penulisan makalah.
Bab ke dua berisi pembahasan mengenai konsep profesi kependidikan yang membahas tentang pengertian dan syarat – syarat  profesi kependidikan, kode etik profesi keguruan, dan organisasi profesional keguruan.
Bab ke tiga berisi tanggapan dan simpulan dari materi yang telah dibahas pada pembahasan.












BAB II
KONSEP PROFESI KEPENDIDIKAN

2.1.      Pengertian dan Syarat – syarat Profesi
2.1.1     Makna Profesi
Secara leksikal, perkatan profesi itu ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi itu menunjukan dan mengungkapkan suatu kepercayaan ( to professs means to trust ), bahkan suatu keyakinan ( to belief in) atas suatu kebenaran ( ajaran agama ) atau kredibilitas seseorang ( Hornby (1962) dalam buku Profesi pendidikan, udin saifuddin,2009). Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter,dikatakan profesinya sebagai dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar di sekolah dikatakan profesinya sebagai Guru.Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa profesinya sebagai tukang batu,tukang parkir,pengamen,penyanyi,pedagang dan sebagainya.Jadi istilah profesi dalam konteks ini , sama artinya dengan pekerjaan atau tugas yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut ornstein dan levine (1984) yang dikutip oleh Firgiawianto ( 2012),Soetjipto dan Raflis Kosasi (1999) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut   profesi   bila  pekerjaan  atau  jabatan  itu  dilakukan  dengan :
  1. Melayani masyarakat merupakan merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
  2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang melakukannya).
  3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori praktik (teori baru dikembangkandari hasil penelitian).
  4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
  5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentuatau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
  6. Otonomi dalam mebuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu(tidak diatur oleh orang lain).
  7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan untuk kerjanya berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung  jawab terhadap apa yang diputuskannya,tidak dipindahkan keatasan instansi yang lebih tinggi).Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
  8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
  9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesi,relatif bebas dari super vise dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien,sementara tidak ada supervise dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
  10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
  11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok “elit”.
  12. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik.
  13. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi.

Pengertian profesi yang senada dengan pengertian di atas,Sanusi dkk(1991) yang dikutip oleh Firgiawianto (2012), Soetjipto an Raflis Kosasih (1999) mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi sebagai berikut:
  1. Suatu jabatan memiliki fungsi signifikasi social yang menentukan(crusial).
  2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
  3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
  4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas sistematik dan explicit,bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
  5. Jabatan itu memerlukan pendidikan perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
  6. proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
  7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dicontrol oleh organisasi profesi.
  8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
  9. Dalam prakteknya melayani masyarakat,anggota profesi otonom bebas dari campur tangan orang lain.
  10. Jabatan itu mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat oleh karenanya memperoleh imbalan tinggi pula.
2.1.2.   Istilah yang berkaitan dengan profesi
Diskusi tentang profesi melibatkan beberapa istilah yang berkaitan yaitu :
profesi, profesional, profesionalisme, profesionalisasi, dan profesionalitas. Sanusi et.al ( 1991 : 19 ) dalam buku pengembangan profesi ( Udin Saefudin,2009) menjelaskan kelima konsep tersebut sebagai berikut :
1.    profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian ( experties ) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
2.    Profesional menunjukkan pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya ‘ dia seorang profesional ‘. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaanya yang sesuai dengan profesinya.
3.    Profesionalisme menunjuk pada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi – strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
4.    Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam ramgka melakukan pekerjaanya.
5.    Profesionlisasi menunjuk pada proses peningkatan kulifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi.

2.1.3.   Syarat-syarat Profesi Kependidikan
National Education Association (Sucipto dan Raflis Kosasi (1999))  menyusun sejumlah syarat atau kriteria yang mesti ada dalam jabatan guru,yaitu:
a.    jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
Jelas sekali bahwa jabatan Guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya – upaya yang sifatnya didominasi oleh kegiatan intelektual.

b.    jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam. Anggota –anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang mencari keuntungan. Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan ini. Mereka yang bergerak dibidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas  bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara ilmiah.

c.    jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama(bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
Anggota kelompok guru dan yang berwenang didepartemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang.konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum keguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum,profesional, dan khusus, sekurang – kurangnya empat tahun bagi guru pemula ( S1 di LPTK).

d.    jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
Jabatan guru cenderung menunjukan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir setiap tahun guru melakukan
 berbagai pelatihan profesional. Malahan pada saat sekarang bermacam – macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru – guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan.

e.    Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
Di Indonesia tidak begitu banyak guru yang pindah kebidang lain, walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyaipendpatan yang tinggi. Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.

f.     Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri. Baku jabatan  guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta. Jadi kriteria ini belum dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.

g.    jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keutungan pribadi.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu
orang lain, bukan  disebabkkan oleh keuntungan ekonomi dan keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah.


h.    jabatan yang mempunyai organisasi yang kuat dan terjalin rapat.
Semua profesi mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru TK  sampai guru sekoolah lanjutan atas, danada pula ISPI yang mewadahi seluruh sarjana pendidikan.
Lebih khusus Sanusi dkk (1991) yang dikutip oleh Soetjipto dan Raflis Kosasi mengajukan 6  asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai berikut:
  1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi,dan perasaan.
  2. Tenaga semiprofesional,merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan  tenaga kependidikan D3 atau setara telah berwenang mengajar secara mandiri tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal perencanaan,pelaksanaan,penilaian,maupun pengendalian pengajaran.
  3. Tenaga para profesional,merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan,tenaga kependidikan D2 kebawah,yang memerlukan pembinaan dalam  perencanaan,penilaian,dan pengenndalian pengajaran.
2.2.      Kode Etik Profesi Kependidikan
Setiap profesi,seperti telah di bicarakan dalam bagian terdahulu, harus mempunyai kode etik profesi.Dengan demikian ,jabatan dokter,notaries,arsitek,guru dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etika.Sama halnya dengan kata profesi sendiri,penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama.Sebagai contoh,dapat dicantumkan beberapa pengertian kode etik,antara lain sebagai berikut:
2.2.1.   Pengertian Kode Etik Profesi
a) Menurut undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok –pokok Kepegawaian.
Pasal 28 undang-undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai  Kode Etik sebagai pedoman sikap,tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.”Dalam penjelasan  undang- undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya kode Etik ini ,pegawai negeri  sipil aparatur negeri,abdi Negara,dan abdi masyrakat mempunyai pedoman sikap,tingkah laku,dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari.Selanjutnya dalam kode etik Pegawai Negeri sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab  pegawai negeri .
b) Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII,Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdian nya bekerja sebagai guru (PGRI,1973).Dari pendapat ketua umum PGRI ini dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsure pokok yakni :1)sebagai landasan moral. 2)sebagai pedoman tingkah laku.
Dari uraian tersebut kelihatan,bahwa kode etik suatu profesi  adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanaka tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan,yaitu ketentuan –ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka,tidak saja dalam melaksanakan tugas profesi mereka,melainkan juga menyangkut  tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan nya sehari-hari di dalam masyarakat.
2.2.2.   Tujuan Kode Etik Profesi
Menurut Hermawan(1979),tujuan umum kode etik profesi adalah:
  1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.Diharapkan kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat,agar mereka tidak memandang rendah atau remeh profesi yang bersangkutan.
  2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.Kesejahteraan yang dimaksud meliputi kesejahteraan lahir (material) maupaun kesejahteraan bathin(spiritual/mental).
  3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.Hal ini berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi,sehingga anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.
  4. Untuk meningkatkan mutu profesi.Untuk itulah kode etik memuat norma-norma atau anjuran agar anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
  5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.Setiap anggota profesi diwajibkan secara aktif berpartisifasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh organisasi.
2.2.3.   Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlakudan mengikat paraanggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada kongres organisasi  profesi. Dengan demikian, penetapan  kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang – orang yang diutus atas nama anggota – annggota profesi dari oraginsasi tersebut.
2.2.4.   Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Sering juga kita jumpai,bahwa ada kalanya Negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal – hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang – undang.Apabila  halnya demikin,maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi – sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana
Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota prifesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan  jika dianggap .
Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap  pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik akan mendapat celaan dari rekan – rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari  organisasi profesi. Adanya kode Etik dalam suatu organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah  mantap.
2.2.5.   Kode Etik Guru Indonesia
Setiap profesi pasti mempunyai kode etik. Kode etik guru Indonesia merupakan kumpulan nilai-nilai dan norma-norma yang harus ditaati. Fungsi kode etik profesi kependidikan adalah serbagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru anggota PGRI dalam menunaikan tugas sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Adapun kode etik guru Indonesia adalah :
a.    Guru berbakti membimbing peserta didik untuk mrmbentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
b.    Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
c.      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d.        Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
e.    Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
f.     Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
g.    Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
h.    Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI serana sarana perjuangan dan pengabdian.
i.      Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

2.3.      Organisasi Profesional Keguruan
Organisasi Profesi kependidikan adalah suatu wadah yang memayungi guru dan menyatukan gerak langkah anggotanya berdasarkan misi-misi yang ada di organisasi serta melindungi masyarakat dari layanan yang tidak semestinya.
Jenis-jenis organisasi kependidikan antara lain :
a.    Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
b.    Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP); bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing.
c.    Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI).
ISPI yang saat ini telah mempunyai divisi –divisi antara lain : Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), dan lain – lain. Hubungan formal antara organisasi – organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling menguntungkan dalam meningkatkan mutu anggotanya.
BAB III
TANGGAPAN DAN SIMPULAN

1.    Tangggapan
a.    Tanggapan Individu
Profesi itu suatu pekerjaan atau jabatan seseorang. Suatu pekerjaan dapat dikatakan sebagai sebuah profesi tentu saja memiliki syarat –syarat tertentu misalnya saja memerlukan keahlian atau pelatihan khusus dibidangnya. Jika seseorang telah memiliki suatu profesi maka tentu saja memilki suatu norma – norma atau nilai – nilai yang harus dipatuhi sebagai konsekuensi dari profesinya,inilah yang disebut Kode Etik Profesi.

Sebuah profesi yang dijalani oleh seseorang merupakan tanggungjawab yang ada pada diri seseorang yang memiliki kemampuan dan disiplin ilmu serta kode etik dalam menjalankan profesinya. Sehingga seseorang yang 'professional' dalam menjalankan profesinya, mendapatkan pengakuan yang baik terhadap hasil dari profesinya oleh masyarakat dimana ia menjalankan profesinya. dan juga tentunya mendapatkan lisensi atau legalitas dari instansi yang berwenang atas profesi yang dijalaninya.
Profesi adalah suatu pekerjaan, tapi tidak semua pekerjaan adalah profesi. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelajaran, pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Misalnya bahwa profesi harus memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tertentu.
b.    Tanggapan Kelompok
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan seseorang. Tapi tidak semua pekerjaan dikatakan sebagai profesi. Profesi membutuhkan kealian khusus atau kriteria tertentu. Misalnya seorang dokter. Seseorang berprofesi sebagai dokter jika ia telah melakukan pendidikan tertentu dalam jangka waktu yang cukup lama. Jika seseorang memiliki suatu profesi maka seseorang tersebut seseorang tersebut ditunut bertanggung jawab atas profesi yang dijalaninya sebagai suatu konsekuensi. Suatu profesi hendaknya mempunyai suatu organisasi dimana organisasi tersebut berfungsi untuk menaungi para anggota profesi. Contohnya IDI( ikatan Dokter Indonesia).

2.    Simpulan
Berdasarkan kajian teoreitik yang menjelaskan tentang  konsep profesi kependidikan, serta tanggapan baik yang diungkapkan secara individu maupun kelompok, maka dapat disimpulkan bahwa Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan dimana jabatan ini memerlukan kriteria tertentu. Jika seseorang memiliki suatu profesi maka seseorang tersebut seseorang tersebut ditunut bertanggung jawab atas profesi yang dijalaninya sebagai suatu konsekuensi. Suatu profesi hendaknya mempunyai suatu organisasi dimana organisasi tersebut berfungsi untuk menaungi para anggota profesi. Jika sudah mempunyai organisasi maka anggota – anggota profesi akan membuat suatu kode etik untuk mengendalikan para anggota  profesi tersebut.




























DAFTAR PUSTAKA

Mamonto,Firgiawanto.2012.Konsep Dasar Profesi Kependidikan.(online).
       http://tugas2kuliah.wordpress.com. jumat 01/3/13

Soetjipto dan Raflis Kosasi,(1999).Profesi Keguruan.Jakarta:Rineka Cipta.
Udin Syafruddin Saud,(2009).Pengembangan Profesi Guru.Bandung:
       ALFABETA

Minggu, 13 Januari 2013

pengembangan strategi instruksional (desain pembelajaran)


Tugas Kelompok
Desain Pembelajaran
Pengembangan Strategi Instruksional
Dwi Rahmawati, S. Pd, M.Pd.


 








Disusun oleh    :
Nama                                          NPM
Evi Susanti                                  11310055
Feri Tri Hartanto                         11310059
Indah Mentari                              11310061
Wahyu Febriana                         11310072
Fika Rahayu                                11310079
Ihwan Ardani                               11310080


Prodi : Pendidikan Matematika
Kelas : B
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Metro
Tahun Akademik 2012-2013

KATA PENGANTAR
           Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada kami ini sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, yang merupakan makalah dari mata kuliah Desain Pembelajaran Universitas Muhammadiyah Metro semester tiga pada tahun pelajaran 2012/2013.
Saya mengucapkan terima kasih terhadap:
1.    Dwi Rahmawati, S. Pd, M.Pd. selaku dosen pengampu,
2.    Kedua orang tua kami yang selalu mendukung.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam isi maupun dalam penyampaiannya. Oleh karena itu, kami sebagai penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penulisan makalah ini. Atas saran dan kritiknya kami mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi kami dan umumnya untuk para pembaca.


Text Box: Metro,     November 2012




Kelompok 3
 







DAFTAR ISI
Halaman Judul..........................................................................................        i
Kata Pengantar.........................................................................................        ii
Dafar Isi.......................................................................................................        iii
BAB I  PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang.....................................................................        1 
B.   Rumusan Masalah.............................................................        2
C.   Tujuan Penulisan Masalah...............................................        2
BAB II  PEMBAHASAN
A.   Pengertian Strategi Instruksional.................................................        3
B.   Komponen danSubkomponen Strategi pembelajaran.............        4
a. Komponen Urutan Kegiatan Instruksional............................        4
b. Komponen Metode Instruksional.............................................        7
c. Komponen Media Instruksional...............................................        17
d. Komponen Waktu.......................................................................        19
C.   Menyusun Strategi Instruksional.................................................        20
BAB III PENUTUP.....................................................................................        26
Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
            Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktifitas yaitu  aktifitas mengajar dan aktifitas belajar. Aktifitas mengajar menyangkut peranan guru dalam konteks megupayakan terciptanya jalinan komunikasi yang harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi indikator suatu aktifitas proses pengajaran itu berjalan dengan baik.
            Suatu pengajaran akan baik disebut baik bejalan dan berhasil secara baik, manakala guru mampu mengubah diri perserta didik dalam arti yang luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama ia terlibat di dalam proses pengajaran itu, dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadinya.
Mengajar bukanlah tugas yang sederhana, dalam proses mengajar dituntut profesionalitas. Aktifitas pengajaran adalah sangat urgen sebab ia berkaitan dengan upaya mengubah, mengembangkan dan mendewasakan insan didik. Aktifitas pengajaran yang dikelola secara terprogram, teratur, dan mengikuti prinsip-prinsip pegelolaan serta kaidah-kaidah pengajaran yang baik merupakan tuntutan yang semestinya terhadap pelaksanaan pengajaran.
Setiap guru memiliki cara atau style yang berbeda dalam melaksanakan proses pembelajaran. Ada yang cukup menggunakan satu model dan satu metode, ada juga yang menggunakan satu model yang terdiri dari beberapa metode. Walaupun terdapat variasi dalam proses tersebut, pada dasarnya ada satu hal yang harusnya tetap sama yaitu keyakinan guru dalam menggunakan model ataupun metode atau yang dikenal juga dengan kata yang lebih luas, strategi tersebut bertujuan agar siswa dapat memahami apa yang akan ia sampaikan.
Keberagaman dalam memvariasikan model, metode dan media  tersebut harusnya tetap memiliki pola atau standarisai agar dapat dikatakan baik. Terkait dengan bagaimana cara menyusun strategi instruksional yang baik inilah penulis angkat sebagai permasalahan pada makalah ini. Adapun strategi instruksional yang disusun berdasarkan strategi instruksional dalam model pengembangkan Instruksional  yang dikembangkan oleh Suparman (2004)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang masalah di atas, maka telah dirumuskan sebuah permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini. Untuk mempermudahkan dalam perumusan masalaah, maka akan dituangkan dalam bentuk pertanyaan, yaitu:
1.    Apakah yang dimaksud dengan strategi instruksional?
2.    Komponen apa saja yang terlibat pengembangan strategi instruksional?
3.    Bagaimanakah urutan kegiatan dalam pengembangan strategi instuksional?
4.    Bagaimana pembuatan strategi instruksional?

C. Tujuan Penulisan Masalah
1.    Untuk mengetahui definisi dari strategi instruksional
2.    Untuk mengetahui komponen yang terlibat dalam pengembangkan strategi instuksional.
3.    untuk mengetahui urutan kegiatan dalam pengembangan strategi instruksional.
4.    Untuk mengetahui cara pembuatan strategi instruksional.



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Strategi Instruksional

           Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Jika dihubungkan dengan pembelajaran, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan peserta didik dalam perwujudan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan (Trianto, 2007).
           Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Pengertian strategi pembelajaran atau instruksional secara detail diungkapkan oleh Suparman (2004), bahwa strategi instruksional merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan peserta didik, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan.
Dick  dan  Carey  (1985) mengatakan bahwa suatu strategi instruksional menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu strategi bahan instruksional dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada mahasiswa.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi instruksional adalah merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan peserta didik, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan.

B.   Komponen dan Subkomponen Pengembangan Strategi Instruksional

Menurut  Suparman (2004)  terdapat empat komponen utama strategi instruksional yaitu, urutan kegiatan, metode, media dan waktu. Sedangkan Dick dan Carey dalam suparman  (2004) mengatakan terdapat   lima komponen  dalam  strategi  instruksional yang terdiri: Kegiatan pra-instruksional, penyajian informasi, partisipasi  siswa, tes, dan tindak lanjut.

a. Komponen Urutan Kegiatan
           Suparman (2004) mengatakan Komponen urutan kegiatan dalam strategi instruksional terdiri dari pendahuluan, penyajian dan penutup.

1. Subkomponen pendahuluan
Subkomponen pendahuluan merupakan kegiatan awal dari kegiatan instruksional  dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik agar secara mental siap mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru. Sub komponen pendahuluan  terdiri dari tiga langkah berikut:
a)    Penjelasan singkat tentang isi pelajaran
          Pada babak permulaan pelajaran, peserta didik ingin segera mengetahui apa yang akan dipelajari , keinginantahuan tersebut akan terpenuhi bila pengajar menjelaskan secara singkat, sehingga pada fase ini peserta didik telah mendapat gambaran secara global tentang isi pelajaran yang akan dipelajari.
b)     Penjelasan relevansi isi pelajaran baru dengan pengalaman peserta didik.
   Peserta didik akan cepat mempelajari sesuatu apabila dikaitkan dengan apa yang telah diketahui sebelumya, pada tahapan inilah peserta didik diberikan informasi mengenai relevansi kegiatan isi pelajaran yang akan dipelajarinya dengan pengetahuan, keterampilan atau sikap yang telah dikuasainya.
c)     Penjelasan tentang tujuan instruksional.
     Pada tahapan ini peserta didik akan mendapatkan informasi mengenai tujuan instruksional yang dikuasai peserta didik setelah mendapatkan pembelajaran. Pengetahuan tentang tujuan instruksional akan meningkatkan motivasi peserta didik selama proses belajarnya.
           Dalam bentuk bagan, subkomponen pendahuluan dapat digambarkan sebagai berikut:
URUTAN KEGIATAN PENDAHULUAN
METODE
MEDIA
WAKTU
Deskripsi Singkat



Relevansi



TIK



1.1 Tabel komponen pendahuluan dan langkah-langkahnya.

2.    Sub komponen penyajian
Sub komponen penyajian merupakan inti dari  pengajaran yang disampaikan oleh guru kepada peserta didik. Didalam sub komponen penyajian terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1.      Uraian
        Uraian merupakan penjelasan tentang materi pelajaran atau konsep, prinsip, dan prosedur yang akan dipelajari siswa
2.      Contoh
        Contoh adalah benda atau kegiatan yang terdapat dalam kegiatan siswa sebagai wujud dari materi pengajaran yang sedang diuraikan
3   Latihan
              Latihan merupakan kegiatan siswa dalam rangka menerapkan konsep, prinsip, atau prosedur yang sedang dipelajarinya kedalam praktik yang relevan dengan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.

Dalam bentuk bagan komponen penyajian ini tampak sebagai berikut:
URUTAN KEGIATAN PENYAJIAN
METODE
MEDIA
WAKTU
Uraian



Contoh



Latihan



1.2 Tabel komponen Penyajian dan langkah-langkah di dalamnya

3.    Sub komponen penutup
Sub komponen penutup adalah urutan kegiatan terakhir dari kegiatan instruksional. Sub komponen penutup terdiri dari dua langkah yaitu:
1.      Tes formatif dan umpan balik
Tes formatif adalah satu set pertanyaan untuk dijawab atau seperangkat tugas untuk dilakukan untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik setelah menyelesaikan suatu tahapan pelajaran.
2.      Tindak lanjut.
Tindak lanjut merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik setelah melakukan tes formatif dan umpan balik. Peserta didik yang telah tuntas belajar akan melanjutkan ke bagian pelajaran selanjutnya, dan peserta didik yang belum tuntas harus mengulangi isi pelajaran tersebut dengan menggunakan bahan instruksional yang sama atau berbeda.
Gagne dan  Briggs  (1979) dalam Suparman (2004)  menyebutnya sebagai  sembilan urutan kegiatan instruksional, yaitu :
1.         Pemberian motivasi atau menarik perhatian;
2.         Penjelasan TIK;
3.         Mengingatkan kompetensi prasyarat;
4.         Pemberian stimulus (masalah, topik, konsep);
5.         Memberikan petunjuk belajar;
6.         Menimbulkan penampilan siswa;
7.         Umpan balik;
8.         Penilaian  penampilan
9.         Menyimpulkan
Sebagian pelajaran hanya menggunakan beberapa urutan kegiatan instruksional diantara urutan kegiatan tersebut, tergantung pada karakteristik mahasiswa dan perilaku yang ada dalam tujuan instruksional. Pengurangan dari Sembilan urutan tersebut masih dimungkinkan sepanjang alas an secara rasional jelas.

b.  Komponen Metode Instruksional
           Salah satu metode instruksionl pada strategi intruksional di luar urutan kegiatan instruksional adalah metode intruksional. Komponen metode instruksional terdiri dari beberapa metode yang digunakan dalam setiap langkah pada urutan kegiatan instruksional. Setiap langkah mungkin menggunakan satu atau beberapa metode atau mungkin pula setiap langkah menggunakan metode yang sama. Tidak semua metode instruksional sesuai untuk digunakan dalam mencapai tujuan instruksional tertentu. Oleh karena itu, seorang pengembang instruksional  harus memilih metode yang sesuai untuk setiap TIK yang ingin dicapai. Metode instruksional berfungsi sebagai cara dalam menyajikan (menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan) isi pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu. Berbagai metode berikut ini biasnya digunakan pengajar dalam kegiatan instruksional.
Berbagai metode yang digunakan dalam kegiatan instruksional antara lain:

1. Metode Ceramah (lecture)
Metode ceramah berbentuk penjelasan pengajar kepada siswa dan biasanya diikuti dengan Tanya jawab tentang isi pelajaran yang belum jelas.

Beberapa kelebihan metode ceramah adalah :
1.       Guru mudah menguasai kelas.
2.       Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar.
3.       Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
4.       Mudah dilaksanakan.
Beberapa kelemahan metode ceramah adalah :
1.      Membuat siswa pasif.
2.      Mengandung unsur paksaan kepada siswa.
3.      Mengandung daya kritis siswa.
4.      Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
5.      Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik.
6.      Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
7.      Bila terlalu lama membosankan.(Syaiful Bahri Djamarah, 2000)

2. Metode  Demonstrasi
Metode  Demonstrasi digunakan untuk mendemontrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan sesungguhnya. Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Kelebihan  dari metode demonstrasi adalah:
1.    Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan.
2.    Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
3.    Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.
4.    Kelebihan metode demonstrasi sebagai berikut:
5.    Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda.
6.    Memudahkan berbagai jenis penjelasan.
7.    Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki melalui pengamatan  dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya.
Kekurangan metode demonstrasi adalah anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan, kurangnya pemahaman siswa tentang kegunaan benda yang dipertunjukkan.

3. Metode Penampilan/praktik
Metode Penampilan/praktik berbentuk pelaksanaan praktik oleh siswa di bawah supervisi dari dekat oleh pengajar. Untuk menggunakan metode ini pengajar harus :
1.    Memberikan penjelasan yang cukup kepada siswa selama siswa berpraktik.
2.    Melakukan tindakan pengamanan sebelum kegiatan praktik dimulai untuk keselamatan siswa dan alat-alat yang digunakan.
3.    Metode penampilan tepat digunakan bila :
4.    Pelajaran telah mencapai tingkat lanjutan.
5.    Kegiatan instruksional bersifat formal, latihan kerja, atau magang.
6.    Siswa mendapat kemungkinan untuk menerapkan apa yang dipelajarinya ke dalam situasi sesungguhnya.
7.    Kondisi praktik sama dengan kondisi kerja.
8.    Dapat disediakan bimbingan kepada siswa secara dekat selama praktik.
9.    Keterbatasan penggunaaan metode penampilan adalah :
10. Membutuhkan waktu panjang, karena siswa harus mendapatkan kesempatan berpraktik sampai baik.
11. Membutuhkan fasilitas dan alat khusus yang mungkin mahal, sulit diperoleh, dan dipelihara secara terus menerus.
12. Membutuhkan pengajar yang lebih banyak, karene setiap pengajar hanya dapat membantu sejumlah kecil siswa.

4. Metode Diskusi
Metode Diskusi adalah interaksi antara siswa dari siswa atau siswa dengan pengajar untuk menganalisis, atau memperdebatkan topic atau permasalahan tertentu. Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk :
1.       Mendorong siswa berpikir kritis.
2.       Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
3.       Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama.
4.       Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama.
Kelebihan metode diskusi sebagai berikut :
1.       Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
2.       Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
3.       Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi.
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut :
1.       Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
2.       Tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
3.       Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
4.       Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal.



5. Metode Studi Mandiri
Metode Studi Mandiri berbentuk pelaksanaan tugas membaca atau penelitian oleh mahasiswa tanpa bimbingan atau pengajaran khusus. Metode ini dilakukan dengan cara :
1.    Memberikan daftar bacaan kepada siswa yang sesuai dengan kebutuhannya.
2.    Menjelaskan hasil yang diharapkan dicapai oleh siswa pada akhir kegiatan studi mandiri.
3.    Mempersiapkan tes untuk menilai keberhasilan siswa.
Penerapan metode ini adalah :
1.       Pada tahap akhir proses belajar.
2.       Dapat digunakan pada semua mata pelajaran.
3.       Menunjang metode pembelajaran yang lain.
4.       Meningkatkan kemampuan  kerja siswa.
5.       Mempersiapkan siswa untuk kenaikan tingkat atau jabatan.
6.       Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperdalam minatnya tanpa dicampuri  siswa lain.

6. Metode  Kegiatan instruksional Terprogram
Metode  Kegiatan instruksional Terprogram  menggunakan bahan instruksional yang disiapkan secara khusus. Untuk menggunakan metode ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Siswa harus benar-benar memiliki seluruh bahan, alat-alat dan perlengkapan lain yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelajaran tersebut.
  2. Siswa harus benar-benar tahu bahwa bahan itu bukan tes. Respon yang harus dibuat siswa selama proses belajarnya dimaksudkan untuk membantu belajar, bukan untuk dijadikan dasar penilaian dalam mata pelajaran tersebut.
  3. Tersedia sumber yang dapat membantu siswa bila mengalami kesulitan.
  4. Secara periodik, siswa harus dicek kemampuannya untuk membuatnya benar-benar belajar.
Metode ini diterapkan untuk :
  1. Kurang mendapatkan interaksi sosial.
  2. Semua tahap belajar, dari permulaan sampai dengan proses akhir belajar siswa.
  3. Pelajaran formal, belajar jarak jauh, dan magang.
  4. Mengatasi kesulitan perbedaan individual.
  5. Mempermudah siswa belajar dalam waktu yang diinginkan.
Metode ini  memiliki kelemahan sebagai berikut :
  1. Bahan pelajaran yang telah dikumpulkan dengan baik membuat siswa melalui urutan kegiatan belajar yang sama. Hal ini  membuat metode kurang fleksibel.
  2. Biaya pengembangan tinggi.
  3. Siswa kurang mendapat interaksi sosial.

7. Metode Latihan dengan Teman
Memanfaatkan seorang yang telah lulus dalam latihan tertentu untuk bertindak sebagai pelatih bagi seorang mahasiswa lain. Untuk menggunakan metode ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.       Mula-mula seorang siswa memperhatikan siswa yang lain yang telah mencapai tingkat lanjut dalam melaksanakan semua tugas di bawah supervisi pelatih.
2.       Setelah mengenal tugas tersebut, siswa dilatih dalam keterampilan melakukannya.
3.       Setelah lulus tes, ia menjadi pelatih untuk siswa berikutnya.
Metode ini dapat dilaksanakan apabila semua tahap yang membutuhkan latihan satu persatu dan latihan kerja, latihan formal dan magang.
Metode ini memiliki kelemahan sebagai berikut :
  1. Terbatasnya siswa yang dapat dilatih dalam satu periode tertentu.
  2. Kegiatan latihan harus senantiasa dikontrol secara langsung untuk memelihara kualitas.

8. Metode Simulasi
Metode ini menampilkan simbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses, kejadian, atau benda yang sebenarnya. Metode simulasi adalah metode yang diberikan kepada siswa, agar siswa dapat menggunakan sekumpulan fakta, konsep, dan strategi tertentu. Penggunaan metode tersebut memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi sehingga dapat mengurangi rasa takut. Metode simulasi cenderung lebih dinamis dalam menanggapi gejala fisik dan sosial, karena melalui metode ini seolah-olah siswa melakukan hal-hal yang nyata ada. Dengan mensimulasikan sebuah kasus atau permasalahan, seseorang akan lebih menjiwai keberadaannya.
Kebaikan metode simulasi antara lain adalah:
1.    Metode ini dapat mempelajari situasi yang nyata.
2.    Bisa membuat siswa belajar dari umpan balik yang datang dari dirinya sendiri.
3.    Bisa melatih siswa dalam mensimulasikan sesuatu sehingga siswa menjadi lebih berani.
4.    Siswa dapat lebih menggunakan sekumpulan fakta dan konsep.
 Kelemahan metode simulasi antara lain:
1.    Bagi siswa yang penakut penerapan metode ini menjadi hal yang tidak menyenangkan sehingga enggan untuk bersimulasi.
2.    Sebaliknya bagi siswa yang pandai, dan yang senang berbicara cenderung menguasai proses simulasi.
3.    Bagi siswa yang susah mengeluarkan pendapat hal ini merupakan, metode yang paling menyusahkan.

9. Metode  Sumbang pendapat atau sumbang saran (Brainstorming)
Proses penampungan pendapat dari siswa tanpa evaluasi terhadap kualitas pendapat tersebut. Metode ini tepat digunakan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam mengajukan pendapatnya. Tetapi, metode ini dapat menimbulkan frustasi di kalangan siswa, karena mereka tidak menemukan konsensus pada akhir proses tersebut. Akan  tetapi guru dapat mengambarkan bahwa yang diminta adalah buah fikiran dengan alasan-alasan rasional.

10. Metode Studi kasus
Berbentuk penjelasan tentang masalah,kejadian, atau situasi tertentu, kemudian siswa ditugaskan mencari alternatif pemecahannya. Kesulitan penggunaan metode ini adalah:
1.    Mendapat kasus yang tealh ditulis dengan baik sebagai hasil penelitian lapangan dan sesuai dengan lingkungan kehidupan siswa.
2.    Mengembangkan kasus sangat mahal.

11. Metode  Computer Assisted Learning (CAL)
Metode ini berbentuk suatu seri kegiatan belajar yang sangat berstruktur dengan menggunakan computer. Metode ini dapat digunakan pada setiap tingkat pengetahuan dari yang sederhana sampai dengan yang paling kompleks. Kesulitan penggunaan  metode ini :
1.    Pengembangan program CAL membutuhkan biaya tinggi dan waktu lama.
2.    Pengadaan dan pemeliharaan alat yang mahal.

12. Metode Insiden
Merupakan variasi dari metode studi kasus. Siswa dibekali dengan data dasar yang tidak lengkap tentang kejadian atau peristiwa. Kelebihan metode ini dari metode studi kasus adalah siswa belajar menyusun dan menyelami masalah lebih dahulu sebelum belajar berpikir kritis untuk mencari pemecahannya.

13. Metode Praktikum
Berbentuk pemberian tugas kepada siswa untuk menyelesaikan suatu proyek dengan berpraktik dan menggunakan instrumen tertentu

14. Metode proyek
Berbentuk pemberian tugas kepada  semua siswa untuk dikerjakan secara individual. Metode ini bertujuan membentuk analisis masing-masing siswa.

15. Metode bermain peran
Berbentuk interaksi antara dua atau lebih siswa tentang suatu topik atau situasi. Metode sosiodrama (role playing) adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan mendramasisasikan tingkah laku dalam hubungan social dengan suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan masalah sosial. Metode sosiodrama adalah metode yang bertujuan untuk mempertunjukkan suatu perbuatan dari suatu pesan yang ingin disampaikan dari peristiwa yang pernah dilihat. Metode ini juga menjadikan siswa menjadi senang, sedih, tertawa jika pemerannya bisa menjiwai dengan baik. Seringkah Anda melakukan?

16. Metode Seminar
Berbentuk kegiatan belajar bagi sekelompok siswa untuk membahas topik atau masalah tertentu.

17. Metode simposium
Mengetengahkan suatu seri ceramah mengenai berbagai kelompok topik dalam bidang tertentu.

18. Metode Tutorial
Berbentuk pemberian bahan belajar yang telah dikembangkan untuk dipelajari siswa secara mandiri dan kesempatan berkonsultasi secara perodik tentang kemajuan dan masalah yang dialaminya.

19. Metode Deduktif
Dimulai dengan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian disusul dengan penerapannya atau contoh-contohnya pada situasi tertentu. Metode ini tepat digunakan bila :
1.    Siswa telah  mengenal  atau telah mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut.
2.    Yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan, dan pengambilan keputusan.
3.    Pengajar mempunyai keterampilan mendengarkan yang baik, fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan, terampil mengulang pernyataan dan sabar.
4.    Waktu yang tersedia cukup panjang.

20. Metode  Induktif
Dimulai dengan pemberian berbagai kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau prinsip, kemudian, siswa dibimbing untuk berusaha keras mensintetis, menemukan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut. Metode ini tepat digunakan bila :
1.       Belum  mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari.
2.       Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidnag yang kurang membutuhkan proses berpikir kritis.
3.       Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik dan pembicara yang baik, serta waktu yang tersedia singkat.


c. Komponen Media Instruksional
           Media adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dri suatu materi atau isi pelajaran dari pengajar ke pembelajar. Media digunakan dalam kegiatan instruksional karena memiliki berbagai kemampuan, kemampuan tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak ttampak oleh mata telanjang menjadi lebih besar, seperti contoh Mikroskop.
2.       Menyajikan benda atau peristiwa yang terletak jauh dari peserta didik. Seperti halnya isi bumi, tempat wisata, salju, dan lain-lain.
3.       Menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit dan berlangsung sangat cepat atau sangat lambat menjadi lebih sistematis dan sederhana, contoh peristiwa balap motor, berkerjanya mesin, dan lain-lain.
4.       Menampung sejumlah besar mahasiswa untuk mempelajari materi pelajaran dalam waktu yang sama, seperti penggunaan televisi atau audio visual yang menyajikan suatu materi.
5.       Menyajikan benda atau peristiwa berbahaya kehadapan peserta didik, seperti pemutaran video terjadinya gunung meletus.
6.       Meningkatkan daya tarik pelajaran dan perhatian peserta didik, seperti penggunaan gambar yang menari  peserta didik.
7.       Meningkatkan sistematis pengajaran, seperti transparasi, kaset audio dan lain-lain. Penggunan media selalu didahului dengan persiapan perencanaan untuk digunakan dalam proses belajar.
Media yang digunakan dalam kegitan instruksional beraneka ragam. Pengembangan instruksional dapat memilih salah satu diantara beberapa media yang akan  digunkan dan yang pasti lebih mempunyai nilai yang tinggi dan cocok untuk penggunaannya.
Dalam pemilihan media yang akan digunakan, minimal tahu bagaimana cara pemilihan. Jika dilihat dari konteks matriks rendah, sedang dan tinggi, yang matriknya sebagai berikut:

Macam belajar




Jenis media
Belajar
Informa-si
faktual
Belajar
Pengenal-an visual
Belajar konsep, prinsip, dan aturan
Belajar
prosedur
Menyaji-kan ketermpil-an persepsi gerak
Mengem-bangkan sikap, opini dan motivasi
Gambar Diam
Gambar Hidup
Televisi
Objek 3D
Rekaman audio
Programed instruction
Demonstrasi
Buku teks tercetak
Sajian oral
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Sedang

Sedang

Rendah
Sedang

Sedang

Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi
Rendah

Sedang

Sedang
Rendah

Rendah

Sedang
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah

Sedang

Sedang
Rendah

Rendah

Sedang
Tinggi
Sedang
Rendah
Sedang

Tinggi

Tinggi
Sedang

Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah

Rendah

Sedang
Rendah

Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Rendah
Sedang

Sedang

Sedang
Sedang

sedang

1.3 tabel pemilihan media menurut matriks rendah, sedng, tinggi.

           Untuk menggunakan tabel matrik di atas, maka harus diketahui dahulu apa tujuan dari kegiatan instruksional tersebut. Dalam tujuan instruksional tersebut mungkin terkandung salah satu atau beberapa macam belajar, seperti:
1.    Belajar pengenlan visual.
2.    Belajar informasi faktual.
3.    Belajar konsep, aturan, dan prinsip.
4.    Belajar prosedur.
5.    Beljar menyajikan keterampilan atau gerak.
6.    Belajar mengembangkan sikap, opini, dan motivsi.
Setelah mengidentifiksi macam belajar yang terkandung dalam tujuannya, maka pilih media yang sesuai dengan macam belajar tersebut dengan cara melihat fungsi tabel di atas. Dalam proses pemilihan media pengembangan instruksional mungkin dapat mengidentifikasi beberapa media yang sesuai untuk tujuan instruksional tertentu. Langkah selanjutnya adalahmemilih salah satu atau dua media diantaranya atas dasar pertimbangan:
1.    Biaya lebih murah, baik saat pembelian maupun perwatan.
2.    Kesesuaian dengan metode instruksional.
3.    Kesesuaian dengn karakteristik pesert didik.
4.    Pertimbangan praktis.
5.    Ketersediaan media.
Jenis media harus dipilih berdasarkan kriteria utama, yaitu kesesuaian dengan tujuan instruksional dan lima tambahan tentang pertimbangan penggunaannya.

d. Komponen Waktu
           Komponen terakhir dari strategi instruksional adalah waktu, yaitu jumlah waktu dalam menit yang dibutuhkan oleh pengajar dan peserta didik untuk menyelesaikan langkah setiap urutan kegiatan instruksional. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengajar, terbatas kepada waktu yang digunkan pertemuan kepada pesert didik. Waktu untuk pesert idik adalah jumlah waktu yang digunakan dalam pertemuan dengan pengajar ditambah dengan waktu untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan mata pelajaran diluar pertemuan dengan pengajar.
Menghitung jumlah waktu yang digunakan oleh pengajar penting, artinya bagi pengajar sendiri dalam pengelolaan waktu kegiatan instruksional. Seorang pengajar harus dapat membagi bagaimana membagi waktu untuk setiap langkah dalam pendahuluan, penyajian, dan penutup. Bagi pengelola program pendidikan, penghitungan jumlah waktu ini dapat digunakan untuk mengatur jadwal pertemuan dan menentukan jangka waktu program secara keseluruhan.
           Menghitung jumlah waktu peserta didik juga penting, artinya bagi berbagai pihak. Bagi peserta didik jumlah waktu itu merupakan petunjuk dalam mengelola waktu belajarnya. Bagi pengelola program pendidikan julah waktu yang  dibutuhkan merupakan petunjuk tentang bobot mata pelajran yang akan diberikan.
           Penentuan waktu yang dibutuhkan pengajar dan peserta didik pada setiap langkah dalam urutaan kegiatan instruksional merupakan salah saatu pembatasan bagi pengajar dan peserta didik bahwa tujuan instruksional akaan dapat dicapai bila mereka dapat memenuhinya.

C.   Menyusun Strategi Instruksional
           Penyusunan strategi instruksional haruslah didasarkan oleh tujuan yang akan dicapai sebagai kriteria utama. Di sampig itu haruslah dengan pertimbangan lain, yaitu hambatan yang mungkin dihadapi pengembang instruksional, atau pengajar seperti waktu, biaya dan fasilitas. Setiap urutan kegiatan seperti DRT (deskripsi singkat, relevansi, dan TIK) – UCL (uraian, contoh, latihan) – TUT (tes fomatif, umpan balik, tindak lanjut) atau urutan lainnya, selalu diikuti pemilihan metode dan media serta penentuan waktu untuk mencapai tujuan instruksional khusus.
Khusus penentuan waktu bagi setiap kegiatan, pengembangan instruksional, di samping menggunakan kegiatan sebagai suatu kriteria, ia menggunakan pula jenis metode dan medi sebagai kriteria lain. Berarti penentuan waktu setiap kegiatan dilakukan atas pertimbangan langkah dalam urutan kegiatan seperti D,R,T,U,C,L,T,U,T dan metode serta media yang digunakan yang digunakan. Perubahan pada metode dan media tersebut memungkinkan untuk perubahan waktu yang digunakan. Oleh karena itu, penyusunan strategi instruksional hrus dilakukan dengan mengintegrasikan keempat komponen yang tergabung di dalamnya, yaitu, komponen urutan kegiatan instruksional, metode, media, dan waktu.
Berikut ini akan  diuraikan bagaimana mengisi tabel untuk mengisi strategi instruksional.
1.    Mengisi nomor TIK yang strategis instruksionalnya akan disusun.
2.    Kolom satu telah diisi dengan Pendahulun, Penyajian, dan Penutup. Pada kolom dua , harus mulai memikirkan urutan kegiatan instruksional yang sesuai untuk menghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tercantum dalam TIK.
a)    Kolom pendahuluan ada tiga kegiatan, yaitu D (Deskripsi Singkat), R (Relevansi), T (tujuan Instruksional Khusus)
b)    Kolom penyajian ada kegiatan yang harus diisi, yaitu U (Uraian), C (Contoh), dan L (Latihan).
Beberapa pedoman di bawah ini untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan urutan kegiatan penyajian.
(1)  UCL adalah penyajian yang konservatif (Merryl & Tennyson, 1977) yang dimulai dengan memberikan uraian tentang pengertian suatu konsep, prinsip atau prosedur, diikutu dengan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan diakhiri dengan latihan untuk menguasainya.
(2)  CLU adalah penyajian yang dimulai dari pemberian contoh atau kasus diikuti dengan latihan memecahkannya dan mengakhirinya dengan uraian atau generalisasi dari isi pembelajaran.
(3)  LUC adalah penyajian yang dimulai dari pemberian latihan atau percobaan diikuti dengan uraian dan diakhiri dengan contoh. Urutan penyajian ini peserta didik dalam belajarnya melalui coba-coba yang awalnya menimbulkan dinamika peserta didik.
(4)  CUL adalah penyajian yang dimulai dari pemberian contoh diikuti dengan uraian tentang konsep, prinsip, atau prosedur yang terkandung di dalamnya dan diakhiri dengan latihan menerapkannya.
(5)  ULC adalah penyajian yang dimulai dari pemberian uraian tentang konsep, prinsip atau prosedur yang dipelajari diikuti dengan latihan untuk menguasainya dan akhirnya ditutup dengan contoh latihan penerapannya apa yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.
(6)  LCU adalah penyajian yang memberikan kesempatan mencoba terlebih dahulu kemudian diikuti dengan contoh untuk perbandingan dan diakhiri dengan uraian atau kesimpulan.
Seluruh kolom dua diisi dengan pertimbangan diatas. Dengan selesainya pengisian kolom dua maka selanjutnya memasuki kolom ketiga dengan prosedur pengisian yang berbeda. Sejak kolom tiga cara pengisiannya baris demi baris bukan kolom demi kolom.
3.    Bila diperhatikan akan tampak bahwa kolom tiga masih berada di bawah Urutan Kegitan Instruksional. Kolom tersebut diisi dengan garis-garis besar materi yang akan diberikan pengajar dalam setiap urutan kegitan. Dalam kolom tiga ini berisi tentang materi atau isi pelajaran yang secara singkat untuk setiap TIK dimulai dari pendahuluan sampai penutup. Dengan demikian isi pelajaran bukan hanya apanya tetapi juga cara dan langkah-langkah menyajikannya.
4.    Sebelum meneruskan pada baris R atau T, maka isilah terlebih dahulu kolom 4,5, dan 6 yang sehubungan dengan baris D. Kolom 4 berisi tentang metode, kolom 5 berisi tentang media, dn kolom 6 berisi tentang waktu.


 Contoh Strategi Instruksional

Mata Pelajaran        : Matematika Kelas X smester 1
TIK. No. 1                  :  jika dipertemukan permasalahan bentuk pangkat, akar, dan logaritma, maka peserta didik dapat                                                                                                                                                                  .                                   memecahkan masalah secara benar dengan presentase minimal 80%.


URAIAN KEGIATAN INSTRUKSIONAL
METODE
MEDIA
WAKTU (DALAM MENIT)
GURU
MURID
JML
1
2
3
4
5
6
7
8

P
E
N
D
A
H
U
L
U
A
N

Deskripsi Singkat
Lingkup pelajaran ini adalah:
a.    Bentuk pangkat
b.    Bentuk akar
c.    Bentuk logaritma
Ceramah
White board, buku teks dan sumber lain yang relevan
5

5
Relevansi
dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari perhitungan matematis yang dimanipulasi dalam pangkat, akar, dan logaritma.
Contoh:
Dalam sebuah gudang barang terdapat tumpukan benih padi, dimana tersusun dengan hitungan 5 karung secara horisontal dan 5 karung secara vertikal. Tumpukan tersebut berjumlah 5. Berapakah jumlah karung yang ada pada gudang barang tersebut?
Jawab:
Dik:
T. B. Horisontal= 5
T. B vertikal= 5
Tumpukkan= 5
Jawab: 53= 5x5x5= 125   
Ceramah
White board, buku teks dan sumber lain yang relevan
5

5
Tujuan Instruksional Khusus
Murid akan dapat menyelesikan permasalahan perhitungan dalam konsep akar, pangkat, dan logaritma serta menerapkan dalam pemecahan masalah.
Ceramah
White board, buku teks dan sumber lain yang relevan
5

5

P
E
N
Y
A
M
P
A
I
A
N

Uraian Materi
Penjelasan tentang:
a.    Operasi pangkat
Ap=a.a.a.a.......a
              P
b.    Operasi akar
nÖa = b             bn= a
c.    Operasi logaritma
plog a = x           a = px, untuk p>0,p = 1, a>0
Ceramah dan tanya jawab
White board, buku teks dan sumber lain yang relevan
15
10
25
Contoh
Contoh-contoh:
a.    Bentuk pangkat
35= 3x3x3x3x3=243
b.    Bentuk Akar
Ö9 = 3
c.    Bentuk logaritma
Tuliskan dalam bentuk berpangkatan?
2log 16 = x
Jawab:
2log 16 = x « 16 = 2x
Diskusi terpimpin
White board, buku teks, lembar kerja siswa dan sumber lain yang relevan
5

5
Latihan
Selesikanlah soal berikut ini:
1.    Berapakah hasil 252 x 25-1/2=     ?
2.    Berapa hasil Ö225 + 2Ö5=     ?
3.      1/2log3=
Tanya jawab
Lembar kerja

35
35

P
E
N
U
T
U
P

Tes formatif dan umpan balik
Pelaksanaan dalam bentuk tes esay dalam 5 soal pada buku LKS (pekerjaan rumah).
Penilaian terhadap jawaban peserta didik untuk mengetahui tingkat penguasaan materi.
Mengidentifikasi kesulitan yang dialami oleh peserta didik.
Melaksanakan tes dan diskusi
Lembar kerja
5

5
Tindak lanjut / follow up
Penjelasan kembali tentang materi yang belum dipahami.
Ceramah dan tanya jawab
White board, buku teks dan sumber lain yang relevan
5

5
Jumlah
45
45
90



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

            Strategi merupakan suatu cara atau langkah-langkah seseorang penyusun untuk mencapai tujuannya. Dalam instruksional, strategi ini digunakan untuk mencapai tujuan dari belajar. Pengembangan strategi instruksional ini di dalamnya terdapat komponen unutk menyusun suatu strategi, diantaranya ada kegiatan instruksional, metode, media, dan waktu. Semua itu saling mempengaruhi satu sama lain dalam pembuatan ataupun penyusunan strategi instruksional. Strategi instruksional ini berbeda-beda menurut situasi, kondisi, toleransi, dan jangkauan di suatu tempat pengajaran, walaupun materi atau isi pelajaran sama. Oleh karena itu, seluruh pengajar harus bisa menyusun atau mengembangkan strategi instruksionalnya agar dapat mencapai tujunnya dan proses belajar mengajarnya dapat efektif dan efisien.



Daftar Pustaka

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Supratman,  Atwi M. 2004.  Desain Instrusional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.