Minggu, 13 Januari 2013

teori yang berpijak kontruktivisme


Tugas Kelompok
Belajar dan Pembelajaran
Teori Belajar yang Berpijak pada Pandangan Konstruktivisme
Prof.Dr.H.Karwono, M.Pd.




Disusun oleh         :
Nama                                          NPM
Evi Susanti                                  11310055
Felisia Dwi Lestari               11310058
Anti Ani Wah Sati                 11310073
Ihwan Ardani                       11310080
Novarian                              11310090

Prodi : Pendidikan Matematika
Kelas : B
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Metro
Tahun Akademik 2012-2013

KATA PENGANTAR
            Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan rahmat dan hidayatnya kepada kami ini sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, yang merupakan makalah dari mata kuliah belajar dan pembelajaran Universitas Muhammadiyah Metro semester tiga pada tahun pelajaran 2012/2013.
Saya mengucapkan terima kasih terhadap:
1.    Prof.Dr.H.Karwono, M.Pd. selaku dosen pengempu,
2.    Kedua orang tua kami yang selalu mendukung.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam isi maupun dalam penyampaiannya. Oleh karena itu, kami sebagai penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penulisan makalah ini. Atas saran dan kritiknya kami mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi kami dan umumnya untuk para pembaca.
Metro,     Oktober 2012

Kelompok 3


elompok 8
 





DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................        i
Kata Pengantar............................................................................................        ii
Dafar Isi........................................................................................................        iii
BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar belakang........................................................................        1
B.     Rumusan masalah...................................................................        2
C.     Tujuan.....................................................................................        2
BAB II  PEMBAHASAN
A.    Pengertian Teori Kontruktivisme........................................................        3
B.    Tokoh Teori Kontruktivisme...............................................................        3
C.   Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Kontruktivisme..................................        10
D.   Prinsip-prinsip Konstruktivisme....................................................        10
E.    Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme.........        11
F.    Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivisme....................................        12
G.   Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme...............        14
BAB III PENUTUP.....................................................................................        16
Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Sekarang, lebih dari dua dasawarsa terakhir ini, dunia mendapatka sumbangan pemikiran dari teori kontruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan-perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka, termasuk kurikulum.
Sebelumnya telah membahas tentang teori belajar yang berpijak pada behaviorisme dan teori belajar yang berpijak pada kognitif. Pada teori belajar behaviorisme menekankan pada interaksi stimulus dan respon. Dalam prespektif ini, stimulus bukanlah variabel tunggal yang menyebakan terjadinya respon melainkan terdapat variabel moderator tertentu yang turut memengaruhi kemunculn suatu respon. Variabel tersebut seperti emosi, mental, persepsi, motivasi, dan sebagainya. Kemudian pada teori belajar kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Dari kedua teori tersebut dikembangkan lagi menjadi suatu teori belajar, teori belajar tersebut adalah teori belajar konstruktivisme. Perkembangan kontruktivisme dalam belajar tidak terlepas dari Jean Piaget dan Vygotsky. Kedua tokoh tersebut menekankan pada perubahan kognitif ke arah perkembangan terjadi ketika konsep-konsep yang sebelumnya sudah ada mulai brgeser karena ada sebuah informasi baru yang diterim melalui proses ketidakseimbangan (disequilibrium). Selain itu Vygotsky menekankan bahwa pentingnya lingkungan sosial dalam belajar dengan menyatkan bahwa integrasi kemampuan dalam belajar kelompok akan dapat meningkatkan pengubahan secara konseptual.
            Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturannya itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memeahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dengan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Burner.
B. Rumusan Masalah
            Berdsarkan latar belakang di atas, dapat rumuskan masalah sebagai berikut:
a)    Apakah makna yang terkandung dari teori belajar yang berpijak pada kontruktivisme?
b)    Bagaimana definisi tentang belajar dan pembelajaran yang berpijak pada pandangan kontruktivisme?
c)    Siapa saja tokoh yang mempelopori terbentuknya teori belajar yang berpijak pada konstruktivisme?
d)    Apa saja prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran yang berpijak pada konstruktivisme?
e)    Bagaimana bentuk-bentuk pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme?
C. Tujuan
            Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan mempelajari tentang teori belajar yng berpijak pada kontruktifisme adalah sebagai berikut:
a)    Dapat mendeskripsikan makna yang terkandung pada teori belajar yang berpijak pada Kontruktivisme.
b)    Dapat mendeskripsikan definisi belajar dan pembelajaran yang berpijak pada pandangan kontruktivisme.
c)    Menyebut tokoh yang berpengaruh pada teori elajar yang berpijak pada kontruktivisme.
d)    Menjelaskan prinsip, bentuk pembelajaran yang berpijak pada kontruktivisme.
e)    Menjelaskan bentuk-bentuk pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Kontruktivisme
            Kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (kontruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan realita ataupun tiruan, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari kontruksi kognitif melalui kegiatan individu dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diimprementasikan sendiri oleh masing-masing individu. Pengetahuan juga bukan salah satu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam prosesnya keaktifan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
Menurut Dufy dan Jonassen (1992) berpendapat bahwa kontruktivisme merupakan dasar epistemologi tentang bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan. Sejalan dengan pendapat di atas, jonassen yang dikutip oleh reigeluth (1999) menyatakan bahwa konsep kontruktivisme dalam belajar, yaitu suatu  pengetahuan merupakan konstruk secara individual dan konstruk sosial oleh peserta didik sendiri berdasarkan pada interprestasi dan pengalamannya. Jadi, pembelajaran sebagai proses konstruk pengetahuan menekankan  pada keaktifan peserta didik untuk membangun pengetahuan tersebut dalam pikirannya baik secara individul maupun secara visual. Artinya, orang tersebutlah yang membangun pengetahuannya, bukan karena tirun ataupun transferan dari orang lain sehingga tanpa keaktifan, kekreatifan, pemahaman serta membentuknya seseorang tidak akan mempunyai pengetahuan.
B. Tokoh Teori Kontruktivisme
Tokoh psikologi belajar yang mendasari teori kontruktivisme ini diantaranya adalah Jean Piaget, Driver dan Bell, Lev Vygotsky, dan Von Glaserfeld.
1. Jean Piaget
            Menurut Paul (2001), teori kognitif Piaget yang berkaitan dengan kontruktivisme dikenal dengan istilah “teori Kontruktivisme Individual (individual Contruktivist theory). Istilah individu menunjuk pada keaktifan seseorang secara pribadi dalam mengkontruksi pengetahuannya ketika orang tersebut berhadapan dengan persoalan, bahan, atau lingkungan yang baru. Meskipun penekanan dalam mengkontrukstur pengetahuan itu merupakan suatu bentuk kerja secara individul, Piaget juga tidak mengkesampingkan masalah pengaruh sosial. Namun, pengaruh sosial hanya sebatas anak sendiri memikirkan, menganalisa, dan mengasimilasikan. Jadi, orang lain dan lingkungan itu menjadi bahan yang digunakan dalam proses pembentukan pengetahuan. Selain itu, lingkungan sosial itu akan menjadi pemacu, pengkritik, dan penantang sehingga dalam proses pembentukan pengetahuan dapat berjalan lancar karena merasa ada pihak lain yang memperkuat maupun meluruskan. Dalam kaitannya dengan perkembangan kognitif, Piaget dalam Santrock (2001), menjelaskan bahwa anak adalah seorang pemikir yang aktif dan konstruktif karena konsep-konsep itu tidak muncul secara tiba-tiba dan menyeluruh, tetapi melalui serangkaian parsial yang membawa pada pemahaman yang semakin komprehensif.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya. Adapun proses tersebut diantaranya :
1.    Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2.    Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3.    Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4.    Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

            Menurut Piaget, proses mengkonstruk pengetahuan itu terjadi melalui proses asimilasi dan akomondasi sehingga sampai pada tahap ekuilibrium. Hal yang paling mendsar pada penemuan Piaget adalah belajar pada peserta didik tidak harus terjadi hanya karena seorang guru membelajarkan sesuatu padanya. Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena peserta didik memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif drinya, dan ini diperkuat bila peserta didik mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari.
            Dalam teori Piaget, dijelaskan bahwa belajar juga disebut perkembangan. Belajar merupakan proses pengolahan informasi dlam jangka membangun sendiri pengetahuannya. Keberhasilan individu dalam mengolah informasi menunjuk pada kesiapan dan kematangan dalam perkembangan kognitifnya. Jika dalam perkembangannya individu tersebut sudah matang sesuai dalam keadaan kognitifnyaindividu tersebut memiliki kesiapan dalam belajar. Kesiapan individu dalam belajar dipengaruhi oleh pengalaman-pengalamannya sehingga dalam proses membangun pengetahuannya akan menjadi lebih cepat, tidak dapat membelajarkan kepada seseorang jika belum ada kesiapan yang menunjuk pada kematangan. Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilakui anak terlepas dari konteks sosial dan kulturnya dan anak-anak tersebut dalam membangun pengetahuan itu melalui proses asimilasi dan akomondasi. Kegiatan pesert didik secara pribadi dalam mengolah bahan, mengerjakan soal, membuat simpulan, dan merumuskan suatu rumusan dengan kata-kata sendiri adalah kegiatan yang sangat diperlukan peserta didik tersebut untuk membangun pengetahuannya, karena belajar adalah proses individual, tekanan juga penting pada pemahaman dan kemajuan masing-masing peserta didik.
2. Driver dan Bell
            Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan kontruktivisme, Driver dan  Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut:
1.    Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan.
2.    Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa.
3.    Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikontruksikan secara personal.
4.    Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan,melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas.
5.    Kurikulum bukanlah sekedar siswa, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
3. Lev Vygotsky (1896-1934)
            Berbeda dengan kontruktivisme individu ala Piaget, Lev Vygotsky mengembangkan teori belajar kontruktivisme sosial, bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Inti kontruktivis dari Vygotsky dalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yng penekanannya pada lingkungan sosial dalam beljar.
Vygotsky dalam Michael (1997) mengemukakan dasar teori kontruktivisme dalam belajar yaitu keaktifan individu dalam mengolah pengalamannya merupakan refleksi dari latihan-latihannya melalui berbahasa dan berfikir, yang didukung oleh keaktifan individu  dan keaktifan lingkungan yang saling melengkapi. Artinya, individu harus aktif dalam membangun pengetauannya dan lingkunngan juga harus aktif sebagai bentuk dukugan.
            Menurut Vygotsky, seseorang aktif membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan orang lain yang lebih berkompeten dengan memanfaatkan zona perkembangan proksimalnya (ZPD).
            Konsep ZPD erat kaitannya dengan scaffolding (Santrock, 2008). Kesuksesan scffolding memerlukan kemahiran dari instruktur atau orang yang memberikan bantuan. Vygotsky percaya bahwa intelek berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru yang membingungkan dan mereka berusaha mengatasi kebingungan yang ditimbulkan oleh pengalaman ini. Keyakinan Vygotsky berbeda dengan Piaget. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu pengkontruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual peserta didik.
            Pesrta didik memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda. Pertama, tingkat perkembangan aktual yang menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Kedua, tingkat perkembangan potensial merupakan tingkat yang dapat dicapai atau difungsikan oleh individu dengan bantuan seperti guru, orang tua, atau teman yang lebih berkompeten. Zona yang terletak pada keduanya disebut zona of proximal development (ZPD).
            Menurut Vygotsky (1978) dalam belajar terjadi proses perkembangan internal dan itu terjadi ketika seseorang peserta didik berinteraksi dengan orang lain di dalam lingkungnnya dan bekerja sama dengan teman sebayanya. Vygotsky dalam Paul (2001) menyatakan bahwa perkembangan pemikiran merupakan proses sosial sejak lahir. Anak dibantu oleh orang lain yang lebih berkompeten dalam keterampilannya dan teknologi dalam budayanya. Dalam teori Vygotsky, dalam belajar berarti terjadinya proses perkembangan internal untuk membentuk pengetahuan barunya dengan bantuan orang lain yang berkompeten, dan hal itu terjadi ketika individu berinteraksi dengan lingkungn sosialnya. Jadi, kesiapan individu untuk belajar bergantung pada stimulus lingkungan yang sesuai serta bentuk bimbingan dari orang lain yang kompeten secara tepat, sehingg pembelajaran menjadi bermakna dan terwujudnya perkembangan potensialnya secara lebih cepat.
            Menurut Vygotsky dalam Santrock (2001) dalam pembelajaran kontruktivisme ada empat prinsip utama, yaitu:
a)    Pembelajaran Sosial
Sifat pembelajaran sosial menekankan pada keberanian anak berpendapat, berinteraksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih mampu.
b)    Zona Perkembngan Proksimal
Anak-anak berkerja dalam zona perkembngan proksimalnya ketika terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi mampu mengerjakannya dengan bantuan orang dewasa.
c)    Masa Magang Kognisi
Istilah ini merujuk pada proses yang digunakan peserta didik untuk secar berthap memperoleh keahlian melalui interaksi dengan pakar (orang yang lebih tua atau yang lebih mampu).
d)    Pembelajaran Termediasi
Penafsiran pemikiran Vygotsky adalah peserta didik seharusnya diberi tugas yng sulit tetapi realistis dan kemudian diberikan cukup bantuan untuk melakukan tugas tersebut (bukn diberikan teori yng kemudian akan dikembangkan ke praktik).
4. Von Glaserfeld
            Menurut Von Glaserfeld (tokoh filsafat kontruktivisme di AS), pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) ke pikiran orang yang belum punya pengetahuan (siswa). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentrnsef konsep, ide dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterprestasikan dan dikontruksikan oleh sisw sendiri dengan pengalaman mereka.
            Von Glaserfeld menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan untuk proses pembentukan pengetahuan itu, seperti:
1.    Kemempuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
2.    Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan
3.    Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lain.
C.     Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Kontruktivisme
·         Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya
·         Menggalakkan soal/ide yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
·         Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid
·         Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu idea
·         Menggalakkan, menerima daya usaha dan autonomi murid
·         Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid dan guru
·         Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran menggalakkan prosespengkajian dan eksperimen.
D.    Prinsip-prinsip Konstruktivisme

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1.  Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.  Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6.  Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7.  Mencari dan menilai pendapat siswa.
8.  Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorangguru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswaagar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.

E. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu
1.      Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
2.      Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti
3.      Strategi siswa lebih bernilai, dan
4.      Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
2.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
3.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
4.       Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
5.      Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka,
6.       Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

F.  Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivisme

Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivisme sebagai berikut
1.    Adaptasi (adaptation)
2.    Konsep Pada Lingkungan (the concept of envieronmet)
3.    Pembentukan makna (the construction of meaning).
Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.
Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu
a)    Siswa mencapai keberhasilan dengan baik
b)   Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan
c)    Siswa gagal meraih keberhasilan.
Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivisme Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
G. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme

a)    Kelebihan

1.      Berfikir alam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2.      Fahammurid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3.      Ingatmurid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4.      Kemahiran socialKemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
5.      Seronokmereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.

b)    Kekurangan

1.      Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
2.       Lebih luas cakupan makna dan sulit dipahami.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Evaluasi Kontruktivisme menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konsteks nyata. Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.



DAFTAR PUSTAKA

Hepratiwi.(2009). Teori Belajar daan Pembelajaran.Bandar Lampung: Universits Lampung.
http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/31/konstruktivisme-peng- gunaan-pandangan-konstruktivisme-dalam-pembelajaran.
Karwono &Mularsih, heni.(2010). Belajar dan Pembelajaran Serta Pemanfaatan Sumber Belajar. Ciputat: Cerdas Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar